Cerpen-CINTA ALA ROBI'AH AL-ADAWIYYAH
Senin, 25 Juli 2016
0 Komen
Kumpulan Cerpen yang mungkin sobat sudah pernah mendengarnya dan sudah tidak asing lagi ditelinga kita untuk menjadikan kisah inspirasi untuk aktifitas kita sehari-hari.
Sangat menarik lagi, jika kita mau memberikan pelajaran kepada anak-anak kita dan orang-orang disekililing kita, tentunya dengan gaya bahasa yang tersendiri. Berikut sedikit cuplukan kumpulan cerpen tersebut.
Ibnu Mehmoud El Aswadi >>
Perempuan Yang Menggetarkan Sejarah Islam
Pada suatu malam, seorang perempuan keluar rumah dengan
membawa obor yang menyala-nyala di tangan kanannya dan seember air di tangan
kirinya. Ia pergi mengelilingi kampung dengan berteriak sangat keras, “Wahai
manusia, seandainya engkau beribadah kepada Allah dan mengharapkan surga.
Maka, biarkan surga itu kubakar dengan api ini ! Dan, apabila engkau menjauhi
maksiat oleh sebab takut akan neraka. Maka, biarkan neraka itu kusiram dengan
seember air yang ada di tangan kiriku…..!”
Siapakah perempuan yang berani mengusik kesadaran
orang-orang di sekitarnya, dan mungkin juga kita? Siapa lagi kalau bukan
Rabi’ah al-Adawiyah. Ya, Rabi’ah al-Adawiyah. Perempuan suci yang sepanjang
hayatnya mengajarkan cara beribadah kepada Allah dengan motif cinta yang tulus
kepadaNya. Ia adalah sufi yang membawa corak baru dalam penghayatan Islam
melalui ajaran cinta. Seluruh ajaran Islam dilaksanakan bukan sebab, “Ini semua
karena perintahNya dan harus dilaksanakan bukan untuk mengharap surgaNya”, bukan
pula karena, “Itu ahrus dijauhi karena takut akan siksaNya.” Namun, ia
melaksanakan perintah dan menjauhi semua laranganNya sebab cinta yang
sebenar-benarnya cinta (al-hubb haqq al-hubb).
Bukankah seorang pecinta akan berhias rapih dan wangi dalam
shalatnya, melebihi saat pertemuan dengan orang yang paling dicintainya
sekalipun? Bahkan, kerap kali ia menangis dalam shalatnya.Kucuran air mata
pecinta ini adalah bentuk ungkapan lerinduan, kecintaan, dan
kebahagiaan kala “berjumpa” denganNya.
Dengarkan, kata-kata Rabi’ah yang terbentuk dalam
alunan puisinya :
Ya Tuhanku!
Tenggelamkan aku dalam kecintaanMu
Sehingga tiada suatupun yang dapat memalingkan aku dariMu
Kekasihku tiada menyamai kekasih lain biar bagaimanapun
Tiada selain Dia dalam hatiku mempunyai tempat manapun
Kekasihku ghaib daripada penglihatanku dan pribadiku sekalipun
Akan tetapi, Dia tidak pernah ghaib di dalam hatiku walau
sedikitpun.
Aku mencintaiMu…
Oh, Tuhan tercinta…
Dengan cinta penuh kesenangan
Karena Engkaulah yang penuh kesenangan
Maka aku sibuk mengingatMu daripada yang lain
Kuharap Kau buka tabir untukku
Hingga aku dapat memandangMu
Maka ujian yang ini dan itu bukan untukku
Melainkan hanya untukMu.
Bagi Rabi’ah, bukan cinta apabila penghambaan manusia ada
pamrihnya. Dan bukan pula cinta, apabila ibadah manusia memiliki
motif-motif duniawi, sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah SAW
dalam hadits dari Abu Hurairah ra yang menceritakan bahwa ada orang-orang
berkelompok bertanya kepadanya, “Wahai Tuan, ceritakan kepadaku sebuah
hadits yang engkau dengar langsung dari Rasulullah!”. “Saya mendengar
Rasulullah SAW bersabda, ‘Sesungguhnya, orang yang pertama kali diadili
pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid. Ia didatangkan dan
ditanyakan akan nikmat-nikmatnya, lalu ia mengakuinya. Allah SWT berfirman
kepadanya, ‘Apakah yang kamu amalkan di dunia ini?’ Ia menjawab, ‘Saya
berperang hingga mati syahid.’ Allah menjawab, ‘Kamu berdusta, tetapi kamu
berperang supaya orang-orang berkata bahwa engkau pemberani dan itu telah
dikatakannya.’ Lalu. Allah SWT memerintahkan agar wajahnya ditarik, kemudian
dilemparkan ke dalam api neraka.
‘Berikutnya adalah orang yang mempelajari ilmu,
mengajarkannya, dan suka membaca al-Qur’an didatangkan
kepadaNya. Nikmat-nikmatnya ditanyakan dan ia mengakuinya. Allah
berkata, ‘Apakah yang kamu kerjakan di dunia ini?’ Ia menjawab, ‘Saya
mepelajari ilmu dan suka membaca al-Qur’an karenaMu.’ Allah SWT
berfirman, ‘Kamu berdusta karena kam mempelajari ilmu supaya orang-orang
mengatakan bahwa kamu pandai dan ahli dalam bidang al-Qur’an dan semua tu
telah iucpkan oleh mereka.’ Allah pun memerintahkan agar ia dicampakkan ke
dalam api neraka.
‘Selanjutnya, orang yang diberikan kelapangan oleh
Allah dan diberi berbagai macam harta akan didatangkan dan ditanyakan atas
nikmat-nikmatnya, dan ia mengakuinya. Allah SWT berfirman,‘APakah yang kamu
kerjakan di dunia?’ Ia menjawab, ‘Saya tidak meninggalkan jalan yang Engkau
senangi untuk menginfaqkan harta, melainkan saya menginfaqkannya karenaMu.’ Allah
menjawab, ‘Kamu berdusta, tetapi kamu mengerjakannya supaya kamu dikatakan
sebagai orang dermawan dan itu telah dikatakannya.’ Allah lalu memerintahkan
agar wajahnya ditarik dan dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR. Muslim).
Na’udzubillah min dzalik! Itulah nasib manusia yang
beribadah beradsarkan motif duniawi, dan ironisnya itu sering menjangkiti kita!
Kini, masihkah kita tidak tahu manakala beribadah karena motif dunia, maka yang
rugi – baik waktu, materi, maupun tenaga – adalah diri kita? Andai kata kita
berhaji, haji kita hanyalah menghambur-hamburkan uang dan mustahil dapat
diterima. Kalau kita bershadaqah, berzakat, berinfaq, maka akan sia-sia, yang
ada harta kita berkurang. Tetapi, inilah yang sering kita lakukan.
Sesungguhnya, apabila kita mau menghayati perintah-perintah
agama dan aturan-aturannya, maka kita akan mendapati bahwa dia
sebenarnya indah. Keindahan agama itu tentu mustahil didapatkanapabila
kita masih saja beribadah kepada Allah karena terpaksa atau memiliki
motif-motif duniawi yang rendah, bukan karena kita mencintaiNya.
Setiap ajaran agama yang diperintah Allah tidak lain
hanya bertujuan untuk menguji seberapa cinta kita kepadaNya. Apakah kita
melakukan amal shalih karena cinta kepadaNya ataukah sebab terpaksa? Tuhan bisa
diibaratkan majikan, bos, atau pimpinan, maka manakala kita melakukan tugas
yang diberikannya itu karena terpaksa, takut akan hukumannya, atau mengharapkan
gaji lebih tinggi darinya, itu berarti kalau tidak ada sanksi atau hukuman dan
tidak diberikan honor yang tinggi, kerja kita akan meksimal. Dia tentu bukan
pekerja yang baik, karena bekerja ada pamrihnya.
Lalu, apakah beribadah untuk mengharapkan pahala dan takut
akan siksaNya itu tidak diperbolehkan? Boleh! Tuhan itu tidak seperti bos Anda
yang kalau Anda sudah bekerja keras pun, honornya sering kali tidak
dinaikkan, bahkan tak jarang malah dipotong, Tuhan tidak juga seperti
majikan Anda yang kalau Anda telah disiplin dan tertib dalam bekerja, gaji Anda
pun masih sering telat diberikan.
Tidak mengapa beribadah mengharapkan surga dan takut akan
neraka sebagai motivasi dalam melakukan amal shalih. Secara fiqh (hukum Islam)
tidak ada masalah, ini hanya wilayah tingkatan (maqam) spiritual saja dalam
beribadah.
Sayyidina Ali bin Abi Thalib mengungkapkan, “Apabila hamba
beribadah kepada Allah, dan ia ingin mendapatkan imbalan serta menjauhi maksiat
sebab takut akan mendapatkan siksa, itu tidak lain cara ibadahnya kaum
pedagang. Sebab, ia masih memperhitungkan untung dan ruginya. Apabila hamba
beribadah kepada Allah karena takut akan siksaNya, maka itu tidak lain adalah
cara ibadahnya para budak. Dan, ada sekelompok kecil hamba yang beribadah
karena cinta suci kepadaNya, itulah ibadahnya mukmin sejati.”
Tipe pertama dan kedua yang digambarkan Sayyidina Ali itulah
yang sering kita lakukan. Karena itu, sangat wajarlah apabila Rabi’ah mengusik
kesadaran motif beribadah kita hingga kini. Rabi’ah pada dasarnya mengajak kita
supaya beribadah tidak karena pamrih demi meraih surga dan menghindardari
neraka, apalagi yang sangat menjijikkan, yakni beribadah dengan tujuan utnuk
kelezatan dunia, ingin disebut dermawan, orang shalih, ingin mendapatkan
jabatan tertentu, mendapat dukungan politik tertentu, dan lain-lain.
Rasakan Kenikmatan Cerpennya
“Madzhab cinta” ini telah banyak memberikan inspirasi
bagi tokoh-tokoh sufi kenamaan yang hidup sesudahnya, misalnya Farid ad-Din
al-Athar, Ibnu al-Farid, al-Hallaj, Jalaluddin Rumi, dan sebagainya.
Muhammad Iqbal, seorang filsuf dari Pakistan, juga mengikuti jejak tokoh ini,
ia menggunakan maqam cinta sebagai komponen untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT.
Wallahu A'lam,
Itulah sedikit berbagi tentang Cerpen-CINTA ALA ROBI'AH AL-ADAWIYYAH, semoga dapat memetik buah dari kisah tadi dan bermanfaat untuk aktifitas kita sehari-hari.
0 Response to "Cerpen-CINTA ALA ROBI'AH AL-ADAWIYYAH"
Posting Komentar