Makalah Tentang akidah Islam Lengkap
Kamis, 21 Juli 2016
0 Komen
MAKALAH Tentang Aqidah Islam ini sengaja dibuat untuk sekedar buat pelajaran dan pengingat akan pentingnya dalam islam untuk tetap supaya benar-benar menjaga akidah berdasarkan imam yang di ikutinya.
Dalam hal ini, banyak berdatangan suatu hal yang dirasa menyeleneh dari pemahaman dan sifat jumhur ulamak terdahulu. Catatan ini hanya sebagai pengingat penulis untuk dikemudian hari. dan dapat dipelajari oleh anak keturunan kita jika lupa.
MAKALAH: Gigitlah AsSunnah berdasarkan pemahaman pemimpin ijtihadGigitlah As Sunnahberdasarkan pemahaman pemimpin ijtihad
Gigitlah As Sunnah dan sunnah
Khulafaur Rasyidin berdasarkan pemahaman pemimpin ijtihad (Imam Mujtahid) /
Imam Mazhab dan penjelasandari para pengikut Imam Mazhab sambil merujuk
darimana mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah. Janganlah memahaminya
dengan akal pikiran sendiri atau mengikut pemahaman ulama yang tidak dikenal
berkompetensi
sebagai Imam Mujtahid Mutlak.
Bahkan segelintir umat
muslim terkecoh oleh ulama yang tanpa disadari telah berbohong karena mereka
mengatakan atau mengaku-aku bahwa apa yang mereka pahami dan sampaikan
adalah pemahaman Salafush Sholeh. Tentulah mereka tidak pernah
bertemu dengan Salafush Sholeh untuk mengkonfirmasi pemahaman Salafush Sholeh
sebenarnya.
Kenyataannya adalah pemahaman mereka sendiri terhadap
lafaz/tulisan perkataan Salafush Sholeh dimana upaya pemahaman mereka tentulah
bisa benar dan bisa pula salah, terlebih lagi mereka tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam
Mujtahid Mutlak.
Jumhur Ulama sejak dahulu
sampai saat ini telah disepakati Imam Maliki, Imam Hanifah, Imam
Syafi'i, Imam Hanbali ~semoga mereka dirahmati Allah adalah sebagai Imam
Mazhab, pemimpin ijtihad kaum muslim.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda, “Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal
pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat
kesalahan”. (HR. Ahmad)
Dari Ibnu Abbas ra
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda…”Barangsiapa yg berkata
mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediakan tempatnya sendiri di dalam
neraka” (HR.Tirmidzi)
Imam Syafi’i ~rahimahullah
mengatakan “tiada
ilmu tanpa sanad”.
Al-Hafidh Imam Attsauri
~rahimullah mengatakan “Penuntut
ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa
tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid
Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa
tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya
gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal.
203
Contoh rantai sanad
ilmu Imam Asy Syafi’i
1. Baginda Nabi Muhammad
Shallallahu
alaihi wasallam
2. Baginda Abdullah bin Umar
bin Al-Khottob ra
3. Al-Imam Nafi’,Tabi’ Abdullah bin Umar
ra
4. Al-Imam Malik bin
Anas ra
5. Al-Imam Syafei’
Muhammad bin Idris ra
Rasulullah hanya
menyampaikan apa yang diwahyukanNya.
Baginda Nabi Muhammad
Shallallahu alaihi wasallam menyampaikan kepada Baginda Abdullah bin Umar bin
Al-Khottob ra, kemudian berlanjut disampaikan kepada Al-Imam Nafi’,Tabi’
Abdullah bin Umar ra, kemudian berlanjut disampaikan Al-Imam Malik bin Anas ra,
kemudian berlanjut disampaikan kepada Al-Imam Syafei’ Muhammad bin Idris ra,
kemudian berlanjut disampaikan kepada para murid dan pengikut Imam Mazhab.
Bagi ulama yang tidak bermazhab
maka pada hakikatnya telah
memutus rantai sanad ilmu atau sanad guru.
Bermazhab memang bukan
kewajiban (jika ditinggalkan berdosa) namun kebutuhan bagi umat muslim yang
masa kehidupannya telah terpaut jauh dengan masa kehidupan Salafush Sholeh.
Begitupula tidak seluruh hadits telah dibukukan, sebagian dalam
bentuk hafalan. Para Imam Mazhab mengetahui hadits lebih banyak daripada
yang telah dibukukan. Boleh dikatakan pada masa kini semakin sangat sulit
untuk menjadi Imam Mujtahid Mutlak. Syarat-syarat sebagai Imam Mujtahid Mutlak telah
diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/27/2010/03/31/imam-mujtahid/ Para ahli hadits
terdahulu, walaupun mereka berkompetensi memvalidasi sanad hadits dan
dapat menganalisa matan/redaksi hadits, mereka tetap bermazhab.
Semakin jelas apa yang telah
ditulis oleh ulama besar Syria, pakar syariat (fiqih), DR. Said Ramadhan
Al-Buthy dalam bukunya yang berjudul Al-Laa Mazhabiyah, Akhtharu Bid’atin
Tuhaddidu As-Syariah Al-Islamiyah. Kalau kita terjemahkan secara bebas,
kira-kira makna judul itu adalah : Paham Anti Mazhab, Bid’ah Paling Gawat Yang
Menghancurkan
Syariat Islam.
Ditengarai kaum Zionis
Yahudi melancarkan perang pemahaman (ghazwul fikri) melalui pusat-pusat kajian
Islam yang mereka dirikan. Disebarluaskanlah paham anti mazhab, umat
muslim diarahkan untuk tidak lagi mentaati pimpinan ijtihad atau imam
mujtahid alias Imam Mazhab. Umat muslim diarahkan untuk bersandar pada
pemahaman secara ilmiah. Umat muslim diarahkan untuk memahami Al Qur’an dan As
Sunnah dengan akal pikiran masing-masing dengan metodologi “terjemahkan
saja” hanya memandang dari sudut bahasa (lughat) dan istilah
(terminologis) namun kurang memperhatikan nahwu, shorof, balaghoh,
makna majaz, dll.
Protokol Zionis yang ketujuhbelas
“…Kita telah lama
menjaga dengan hati-hati upaya mendiskreditkan para
rohaniawan non-Yahudi (contohnya para Imam Mazhab yang empat)
dalam rangka menghancurkan misi mereka, yang pada saat ini dapat secara serius
menghalangi misi kita. Pengaruh mereka atas masyarakatmereka berkurang dari
hari ke hari. Kebebasan hati nurani yang bebas dari paham agama telah
dikumandangkan diman-mana. Tinggal masalah waktu maka agama-agama itu akan
bertumbangan..“
Salah satunya adalah perwira
Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence yang dikenal oleh ulama jazirah
Arab sebagai Laurens Of Arabian. Laurens menyelidiki dimana letak kekuatan umat
Islam dan berkesimpulan bahwa kekuatan umat Islam terletak kepada ketaatan
dengan mazhab (bermazhab) dan istiqomah mengikuti tharikat-tharikat tasawuf.
Laurens mengupah ulama-ulama yang anti tharikat dan anti mazhab untuk menulis
sebuah buku yang menyerang tharikat dan mazhab. Buku tersebut diterjemahkan ke
dalam berbagai bahasa dan dibiayai oleh pihak orientalis.
Perkataan Imam Mazhab yang
sering disalahgunakan
adalah seperti perkataan Imam Ahmad Bin Hanbal
لاَ تَقَلَّدْنِي وَلاَ تَقَلَّدْ مَالِكًا
وَلاَ الشَّافِعِي وَلاَ اْلأَوْزَاعِي وَلاَ الثَّوْرِي وَخُذْ مِنْ حَيْثُ أَخَذُوا .[ابن القيم
في إعلام الموقعين]
Artinya: “Janganlah engkau
taqlid kepadaku, demikian juga kepada Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Auza’i dan
Imam ats-Tsauri. Namun periksalah darimana mereka (para Imam itu)
mengambil (yaitu al-Quran dan as-Sunnah)”.
Kekeliruan besar kalau
perkataan Imam Ahmad Bin Hanbal diartikan bahwa umat Islam diperintahkan untuk
merujuk Al Qur’an dan As Sunnah dengan akal pikiran masing-masing.
Perkataan Beliau hanya menasehatkan agar kita mengikuti para Imam Mazhab sambil
merujuknyadarimana
mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah.
Untuk apa para Imam Mazhab
bersusah payah memuliskan kitab fiqih kalau mereka menyuruh umat Islam
untuk melakukan ijtihad atau bahkan istinbat (menetapkan hukum perkara)
masing-masing. Imam Mazhab artinya Imam Mujtahid atau pemimpin ijtihad yang
seharusnya kita ikuti karena mereka memang berkompetensi sebagai imam mujtahid
mutlak.
Dengan perang
pemahaman, umat muslm "diingatkan" bahwa Imam Mazhab tidak
maksum. Memang mereka tidak maksum tetapi mereka itu mahfuzh (dipelihara)
dengan pemeliharaan Allah subhanahu wa ta'ala terhadap orang-orang
sholeh. Mereka disegerakan teguranNya jika mereka membuat kesalahan
dan merekapun segera bertaubat atas kesalahannya. Sungguh sebuah petunjuk
ketidak-dekatan denganNya jika berbuat kesalahan namun tidak disegerakan
teguran dariNya. Sebuah malapetaka besar jika seseorang mengetahui kesalahannya ketika di akhirat
kelak.
Contoh Imam Sayfi'i
~rahimahullah, ketika beliau berjalan menuju rumah gurunya, beliau tidak
sengaja melihat betis seorang wanita yang tersingkap oleh angin, akibatnya
beliau lupa beberapa hafalan. Imam Syafi'i menyampaikan akan kesulitan beberapa
hafalannya kepada gurunya. Guru beliau, Imam Waki’ ~ rahimahullah
menasehatinya untuk mensucikan diri dengan meninggalkan kemaksiatan. Beliau juga
berpesan "Ilmu pengetahuan itu adalah cahaya Allah. Dan cahaya Allah
tidak akan menyinari hati orang yang berbuat maksiat." Setelah menjalankan pesan gurunya itu tingkat kepahaman dan
hafalan Imam Syafi’i terpacu secara luar biasa. Cahaya Allah atau petunjukNya
atau hidayah tidak akan sampai kepada orang yang salah dalam pemahaman. Apalagi
mereka yang tidak menyadari kesalahpahamannya.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda: “Barangsiapa yang bertambah ilmunya tapi tidak bertambah
hidayahnya, maka dia tidak bertambah dekat kepada Allah melainkan bertambah
jauh“.Pemahaman yang baik dan benar, pastilah akan menghantarkan
semakin dekat padaNya. Hal ini telah kami uraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/04/semakin-jauh-darinya/
Oleh karenanya kami berulang
kali mengingatkan baik bagi diri pribadi kami maupun saudara-saudara muslim
kami, bahwa indikator sebagai pengikut Rasulullah sejati atau indikator
pemahaman yang baik dan benar atau indikator telah berada pada jalan yang
lurus adalah menjadi muslim yang Ihsan atau muhsin (muhsinin) atau
minimal adalah muslim yang sholeh karena orang-orang disisiNya hanyalah 4
kelompok manusia yakni para Nabi (yang paling utama Rasulullah), para
Shiddiqin, para Syuhada dan orang-orang sholeh. Hal ini telah
kami uraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/24/indikator-dekat-denganya/
Muslim yang Ihsan
atau muslim yang sholeh hanya ada dua kondisi. Kondisi minimum adalah mereka
yang selalu merasa diawasi oleh Allah Azza wa Jalla dan kondisi terbaik adalah
mereka yang dapat melihat Allah ta'ala dengan hati.
قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا الْإِحْسَانُ قَالَ أَنْ تَخْشَى اللَّهَ كَأَنَّكَ
تَرَاهُ فَإِنَّكَ إِنْ لَا تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ
Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai
Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (takhsya /
khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak
melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu.’ (HR Muslim 11) Link: http://www.indoquran.com/index.php?surano=2&ayatno=3&action=display&option=com_muslim
Imam Sayyidina Ali r.a. pernah
ditanya oleh seorang sahabatnya bernama Zi’lib Al-Yamani,
“Apakah Anda pernah
melihat Tuhan?”
Beliau menjawab, “Bagaimana saya menyembah
yang tidak pernah saya lihat?”
“Bagaimana Anda melihat-Nya?” tanyanya kembali.
Sayyidina Ali ra
menjawab “Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan pandangan manusia yang kasat,
tetapi bisa dilihat oleh hati”
Mereka yang telah dapat melihat
Allah ta'ala dengan hati adalah mereka yang telah berma'rifat atau mereka yang
telah memperjalankan dirinya (suluk) hingga sampai (wushul) kepada Allah
ta'ala. Mereka adalah yang menjalankan tasawuf yakni mereka yang setelah
menjalankan syariat kemudian meneruskan kepada tharikat, hakikat hingga
berma'rifat.
Nasihat Imam Syafi'i ~
rahimahullah,
فقيها و صوفيا فكن ليس واحدا * فإني و
حـــق الله إيـــاك أنــــصح
فذالك قاس لم يـــذق قـلــبه تقى * وهذا
جهول كيف ذوالجهل يصلح
"Berusahalah
engkau menjadi seorang yang mempelajari ilmu fiqih (perkara syariat) dan juga
menjalani tasawuf (thariqat, hakikat dan ma'rifat) , dan janganlah kau
hanya mengambil salah satunya.
Sesungguhnya demi
Allah saya benar-benar ingin memberikan nasehat padamu. Orang yang hanya
mempelajari ilmu fiqih tapi tidak mahu menjalani tasawuf, maka hatinya tidak
dapat merasakan kelezatan takwa. Sedangkan orang yang hanya menjalani tasawuf
tapi tidak mau mempelajari ilmu fiqih, maka bagaimana bisa dia menjadi baik
(muslim yang ihsan) ?
[Diwan Al-Imam Asy-Syafi'i, hal. 47]
Nasehat Imam Malik ~rahimahullah
و من تصوف و لم يتفقه فقد تزندق
من تفقه و لم يتصوف فقد تفسق
و من جمع بينهما فقد تخقق
“Dia yang sedang
Tasawuf tanpa mempelajari fikih rusak keimanannya , sementara dia yang belajar
fikih tanpa mengamalkan Tasawuf rusaklah dia . Hanya dia siapa memadukan
keduanya terjamin benar"
Jadi benarlah kesimpulan perwira
Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence bahwa kekuatan umat muslim
adalah pada ketaatan kepada pemimpin Ijtihad (Imam Mazhab) atau bermazhab dan
istiqomah pada tharikat-tharikat yang memperjalankan diri kepada Allah ta'ala.
Hal ini telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/05/perjalankanlah-diri-kita/
Paham anti mazhab dan gerakan
anti tasawuf adalah merupakan ghazwul fikri (perang pemahaman) yang
dilancarkan oleh orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap kaum
muslim.
Firman Allah ta’ala
yang artinya
“Sesungguhnya kamu
dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang
beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik." (QS
Al Maa’idah [5]:82)
Kaum Yahudi pada masa kini
adalah kaum Zionis Yahudi atau juga dikenal dengan lucifier, freemason atau
iluminati adalah mereka yang mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan
pada masa kerajaan Sulaiman. Kaum Zionis Yahudi berupaya keras agar umat muslim
dapat mencintai mereka dan menjadikan mereka sebagai pemimpin dunia.
Telah dijelaskan tentang adanya
kaum Zionis Yahudi dalam firman Allah ta’ala yang artinya
“Dan setelah
datang kepada mereka seorang Rasul dari sisi Allah yang membenarkan apa (kitab)
yang ada pada mereka, sebahagian dari orang-orang yang diberi kitab
(Taurat) melemparkan kitab Allah ke belakang (punggung)nya, seolah-olah mereka
tidak mengetahui (bahwa itu adalah kitab Allah) dan mereka mengikuti apa
yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka
mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir
(tidak mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan
sihir).” (QS Al Baqarah [2]: 101-102 )
Himbauan kami timbul karena
adanya saudara-saudara muslim kita yang justru meninggalkan pemahaman pemimpin
ijtihad (Imam Mujtahid) atau Imam Mazhab yang empat dan mereka mengikuti
pemahaman ulama yang tidak berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak.
Contohnya mereka
mengikuti pemahaman ulama Al Albani yang salah memahami perkataan para Imam
Mazhab seperti
Imam Abu Hanifah ~rahimahullah, “Tidak halal
bagi seseorang mengikuti perkataan kami bila ia tidak tahu dari mana kami
mengambil sumbernya” (Ibnu 'Abdul Barr dalam kitab
Al-Intiqa fi Fadhail Ats-Tsalasah Al-Aimmah)
Imam Malik bin Anas ~rahimahullah, "Saya
hanyalah seorang manusia, terkadang salah, terkadang benar. Oleh kerana itu,
telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, ambillah; dan
bila tidak sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, tinggalkanlah" (Ibnu
'Abdul Barr dan dari dia juga Ibnu Hazm dalam kitabnya Ushul Al- Ahkam (VI/149)
Imam Asy Syafi’i ~rahimahullah, “Setiap
orang harus bermazhab kepada
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan mengikutinya. Apa pun
pendapat yang aku katakan atau sesuatu yang aku katakan itu berasal dari
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tetapi ternyata berlawanandengan
pendapatku, apa yang disabdakan oleh Rasulullah
itulah yang menjadi pendapatku" (Hadits Riwayat
Hakim dengan sanad bersambung kepada Imam Syafi’i seperti tersebut
dalam kitab Tarikh Damsyiq, karya Ibnu 'Asakir XV/1/3)
Imam Ahmab bin Hanbal
~rahimahullah,
“Janganlah engkau taqlid kepadaku atau kepada Malik, Sayfi'i, Auza'i dan
Tsauri, tetapi ambillah dari sumber mereka mengambil.” (Ibnu
Jauzi dalam Al-Manaqib hal. 192)
Perkataan para Imam Mazhab yang
empat tersebut adalah sebagai bentuk sikap tawadhu (rendah hati) mereka. Mereka
mengingatkan kita untuk meninggalkan pendapat/pemahaman mereka khusus yang
menyelisihi sunnah Rasulullah. Itupun kalau memang ada.
Perkataan para Imam Mazhab yang
empat tersebut bukanlah perintah untuk meninggalkan keseluruhan
pendapat/pemahaman mereka. Berdasarkan perkaatan para Imam Mazhab yang empat
tersebut maka kita mengikuti pendapat/pemahaman para Imam Mazhab sambil
merujuk darimana mereka mengambil yaitu Al Quran dan as Sunnah.
Kesalahpahaman-kesalahpahaman
yang telah terjadi selama ini ditimbulkan karena mereka yang menisbatkan kepada
Salafush Sholeh namun merujuk kepada Al Qur’an dan As Sunnah dengan akal
pikiran mereka sendiri, padahal mereka tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam
Mujtahid Mutlak. Kemudian pendapat mereka dibandingkan dengan pendapat /
pemahaman para Imam Mazhab, jelaslah sangat terbalik !
Kesalahpahaman ulama Al Albani
dalam memahami perkataan para Imam Mazhab di atas termuat dalam kitab beliau
berjudul “Shifatu Shalaati An-Nabiyyi Shallallahu 'alaihi wa sallama
min At-Takbiiri ilaa At-Tasliimi Ka-annaka Taraahaa” , edisi Indonesia
berjudul “Sifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam”, penerbit
Media Hidayah.
Ulama Al Albani dalam kitab
tersebut menyampaikan tentang shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
berdasarkan upaya pemahaman beliau terhadap lafaz atau tulisan Salafush Sholeh,
dimana upaya pemahaman beliau bisa benar dan bisa pula salah, terlebih lagi
beliau tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak.
Pada hakikatnya pendapat
beliau tentang shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah sebuah
kesalahpahaman, jika pendapat beliau menyelisihi pendapat para Imam Mazhab yang
empat karena Imam Mazhab yang empat berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak
dan para Imam Mazhab yang empat melihat langsung bagaimana cara sholat para
Salafush Sholeh, minimal Tabi’ut Tabi’in, mereka tidak “melihat” melalui upaya
pemahaman lafaz/tulisan sebagaimana yang dilakukan oleh ulama Al Albani dimana
ada kemungkinan terjadinya kesalahpahaman dan bercampurnya dengan akal
pikiran beliau sendiri.
Pendapat Habib Munzir
Al Musawa terhadap Al Albani, "saya sebenarnya tak suka bicara
mengenai ini, namun saya memilih mengungkapnya ketimbang hancurnya ummat" Selengkapnya pada http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=22475&catid=9
Pendapat ulama-ulama lainnya tentang Al
Albani dapat dibaca pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/09/07/pendapat-ulama/
Cara mengetahui tentang
shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dapat pula kita mengetahui dari
para Habib atau para Sayyid karena mereka mendapatkan didikan langsung dari
orang tua-orang tua mereka terdahulu dan tersambung kepada didikan Imam
Sayyidina Ali ra yang telah mendapatkan didikan langsung dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Kita harus mengikuti sunnah
Rasululllah
untuk mengikuti pendapat jumhur ulama
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
bersabda yang artinya, “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada
kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan
(perbedaan pemahaman / berlainan pendapat) maka ikutilah as-sawad al
a’zham (pendapat jumhur ulama).” (HR. Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at
Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius
Shoghir, ini adalah hadits Shohih)
Jumhur ulama telah sepakat
bahwa Imam Mazhab berkompetensi sebagai pemimpin ijtihad (imam mujtahid mutlak)
untuk itulah umat muslim mengikuti Imam Mazhab dan penjelasan yang
disampaikan
oleh para pengikut Imam Mazhab sambil merujuk darimana mereka mengambil yaitu
Al Quran dan as Sunnah.
Umat muslim padaumumnya mengikuti dan taat kepada pemahaman Imam Mazhab sesuai dengan firmanAllah ta'ala yang artinya,
Firman Allah ta’ala
yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah
Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya“. (QS An
Nisaa [4]:59 )
Dalam ayat tersebut, Allah
subhanahu wa ta’ala memerintahkan orang-orang yang beriman untuk mentaati Allah
, Rasul-Nya dan ulil amri. Hanya saja ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya
adalah ketaatan mutlak, sedangkan ketaaatan kepada ulil amri tergantung kepada ketaatan
mereka kepada Allah dan Rasul-Nya.
Adapun maksud dari ulil amri
dalam ayat tersebut menurut Ibnu Abbas ra, sebagaimana yang
disebutkan oleh Imam Thobari dalam tafsirnya adalah para pakar fiqh dan
para ulama yang komitmen dengan ajaran Islam. Sebagian ulama lain berpendapat
ulil amri adalah umara (penguasa/pemimpin negeri) dan ulama namun ketaatan
kepada ulama lebih diutamakan daripada ketaatan kepada umara
(penguasa/pemimpin negeri) karena pada masa kini dan pada umumnya ulama
memahami agama lebih baik dibandingkan umaro.
Jumhur ulama telah sepakat
bahwa setelah periode Salafush Sholeh maka ulama yang memahami agama dengan
baik dan benar adalah para Imam Mazhab yang empat. Memang ada Imam Mazhab
selain mereka yang empat namun pendapat-pendapat selain Imam Mazhab yang empat
tidak dikuti lagi oleh kebanyakan kaum muslim.
Contoh
kesalahpahaman-kesalahpahaman mereka yang menyelisihi pendapat / pemahaman
para Imam Mazhab yang empat telah diuraikan dalam tulisan pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/26/bukti-korban/ atau
pada http://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/10/24/korban-perang-pemahaman/
Wassalam
Zon di Jonggol, Kab
Bogor 16830
0 Response to "Makalah Tentang akidah Islam Lengkap "
Posting Komentar