Arti Tawadhu' dan Dahsyatnya Pancaran Sinarnya Terhadap Alam Sekitar
Senin, 25 Juli 2016
0 Komen
Dahsyatnya Pancaran Sinarnya Terhadap Alam Sekitar yang memang diperuntukkan bagi orang-orang yang semakin bertambah ilmunya. dan Bersungguh-sungguh dalam menjalani sesutu dengan ikhas.
Bagaiman dengan Kita dengan Tawadhu'
Ambillah pelajaran dari tanaman padi, yang mana semakin dia berisi maka semakin merunduk atau semakin buahnya berisi tentunya buah tersebut semakin berat membawa beban.
Pancaran sinar Tawadhu’ yang mengguncang hati dari para
pecinta sang Nabi Saw, samudera kesempurnaan akhlak.
Nabi Saw bersabda
“ Barangsiapa yang merasa rendah hati maka Allah akan mengangkat derajatnya dan
barangsiapa yang merasa sombong, maka Allah akan merendahkannya “.
♦ Ali bin Abi Tholib Ra berkata:
“
Barangsiapa yang ingin melihat ahli neraka, maka lihatlah kepada seseorang yang
duduk sedangkan di hadapannya ada kaum yang berdiri “.
♦ Suatu kaum berjalan di belakang Hasan Al-Bashri Rh maka
beliau malarang mereka dan berkata “ Ini tidak sepatutnya ada di hati
seorang mukmin “.
♦ Ibnu Wahab Rh berkata :
“ Suatu hari aku
duduk di dekat Abdul Aziz Ar-Rawwad lalu lututku menyentuh lututnya, maka aku
alihkan lagi lututku dari lututnya, kemudian ia malah menarik bajuku dan
mendekatkanku kembali padanya dan berkata “ kenapa anda berbuat padaku seperti
perbuatan orang yang sombong, sesungguhnya aku tidak melihatmu lebih buruk dari
aku “.
♦ Umar bin Abdul Aziz Ra suatu hari
kedatangan tamu, sedangkan beliau sedang menulis dan tiba-tiba lampu
obornya hampir padam. Si tamu berkata “ Biarkan aku yang berdiri dan
memperbaikinya “. Beliau berkata “ Bukan termasuk sifat dermawan jika ia
meminta bantuan kepada tamunya “. Si tamu itu berkata lagi “ Biar aku bangunkan
pelayan ?”. Beliau menjawab “ Dia baru saja tidur “. Kemudian beliau berdiri,
mengambil lampu obor itu dan mengisinya dengan minyak “. Si tamu berkata
padanya “ Engkau melakukan semua ini sendiri wahai Amirul mukminin (pak
perisiden)? Beliau menjawab “ Aku berjalan dan aku Umar, aku kembali dan aku
tetap Umar, tidak ada yang kurang dariku sedikitpun dan sebaik-baik
manusia di sisi Allah adalah yang merasa rendah hati “.
♦ Syekh Umar Al-Muhdor bin Abdurrahman as-Segaf :
" Andai aku tahu kalau satu sujudku diterima oleh-Nya,
niscaya kujamu seluruh penduduk Tarim, bahkan ternak-ternak mereka sekalian.”
♦ Habib Abu Bakar bin Abdullah Al-Aydrus Al-Adny berkata:
“ Mencium tanganku seperti menampar wajahku dan mencium kakiku seperti
mencongkel mataku “.
Beliau juga berkata “ Aduhai andai saja aku tidak dikenal
seoranpun dan aku tidak mengenal seorangpun. Andai saja aku tidak lahirkan “.
Padahal beliau adalah seorang wali besar yang bertabur karamah.
♦ Sahl At-Tusturi sering berjalan di atas
air tanpa sedikitpun kakinya menjadi basah. Seseorang berkata kepada Sahl:
“ Orang-orang berkata bahwa engkau dapat berjalan di atas air “.
Beliau menjawab “ Tanyakanlah kepada muadzdzin di masjid
ini, ia adalah seorang yang dapat dipercayai”. Kemudian orang itu
mengisahkan : “ Telah kutanyakan kepada si muadzdzin dan ia menjawab “ Aku
tak pernah menyaksikan hal itu. Tetapi beberapa hari yang lalu ketika hendak
bersuci Sahl tergelincir ke dalam sumur dan seandainya aku tidak ada di
tempat itu niscaya aia telah binasa “. Ketika Abu Ali bin Daqqaq mendengar
kisah ini, ia pun barkata “ Sahl mempunyai berbagai karamah tetapi ia ingin
menyembunyikan hal itu “
♦ Pada suatu hari pelayan wanita Rabi’ah
Al-Adawiyyah hendak memasak sup bawang karena telah beberapa lamanya
mereka tidak memasak makanan. Ternyata mereka tidak mempunyai bawang. Si
pelayan berkata kepada Rabi’ah “ Aku hendak meminta bawang kepada tetangga
sebelah “.
Tetapi Rabi’ah mencegah “ Telah 40 tahun aku berjanji kepada
Allah tidak akan meminta sesuatu pun selain kepada-Nya. Lupakanlah bawang
itu “. Segera setelah Rabi’ah berkata demikian, seekor burung meluncur dari
angkasa, membawa bawang yang telah terkupas di paruhnya, lalu menjatuhkannya ke
dalam belangga.
Menyaksikan peristiwa itu Rabi’ah berkata “ Aku takut jika
semua ini semacam tipu muslihat (istidraj) “. Rabi’ah tidak mau menyentuh
sup bawang tersebut. Hanya roti sajalah yang dimakannya.
♦ Orang-orang bertanya kepada Malik bin Dinar “
Tidakkah engkau keluar bersama kami untuk minta hujan ? “ ia menjawab “ Aku
takut akan turun hujan batu karena aku. Kalian sedang menanti hujan air
sedangkan aku merasa khawatir turun hujan batu sebab keluarnya aku
bersama kalian “.
♦ Muhammad bin Wasi’ Rh berkata “ Kami
telah tenggelam dalam dosa. Seandainya seseorang di antara kalian dapat
mencium bau dosa niscaya ia tidak akan mampu duduk bersamaku “.
♦ Utbah Al-Ghulam Rh suatu hari pernah
melewati suatu tempat lalu ia bergemetar keras hingga keringatnya
bercucuran. Teman-temannya bertanya kepadanya “ Kenapa engkau seperti itu ?
Beliau menjawab “ Ini adalah tempat aku pernah bermaksyiat dulu sewaktu aku
masih kecil “.
♦ Malik bin Dinar Rh berangkat haji dari
Bushro ke Makkah dengan berjalan kaki. Ketika ditanya “ Kenapa engkau tidak
menaiki kendaraan ? Beliau menjawab “ Apakah seorang budak yang bersalah dan
melarikan diri tidak merasa puas dengan berjalan kaki menuju tuannya untuk
meminta maaf ? Demi Allah seandainya aku menuju Makkah dengan melewati
bara api, pasti akan aku lakukan dan hal itu belum seberapa “.
♦ Yusuf bin Asbath Rh berkata :
“ Puncak
tawadhu’ adalah engkau keluar dari rumah dan engkau tidak melihat /berprasangka kepada
orang lain kecuali orang itu lebih baik darimu “
Dinukil dari kitab Tanbih Al-Mughtarrin, Arti Tawadhu' dan Dahsyatnya Pancaran Sinarnya Terhadap Alam Sekitar karya
Syaikh Abdul Wahhab Asy-Sya'roni dan kitab Syarh 'Ainiyyahkarya
Habib Abdullah Al-Haddad.
(Ibnu Abdillah Al-Katibiy)
0 Response to "Arti Tawadhu' dan Dahsyatnya Pancaran Sinarnya Terhadap Alam Sekitar"
Posting Komentar